1.
PERKEMBANGAN ORGANISASI SIPIL
Untuk mendukung kelancaran pemerintahan
pendudukan Jepang yang bersifat militer, Jepang juga mengembangkan pemerintahan
sipil. Pada bulan Agustus 1942, pemerintahan militer berusaha meningkatkan
sistem pemerintahan, antara lain dengan mengeluarkan UU No. 27 tentang aturan
pemerintahan daerah dan dimantapkan dengan UU No. 28 tentang pemerintahan shu
serta tokubetsushi. Dengan UU tersebut, pemerintahan akan dilengkapi
dengan pemerintahan sipil. Menurut UU No. 28 ini, pemerintahan daerah yang
tertinggi adalah shu (karesidenan). Seluruh Pulau Jawa dan Madura,
kecuali Kochi Yogyakarta dan Kochi Surakarta, dibagi menjadi
daerah-daerah shu (karesidenan), shi (kotapraja), ken (kabupaten),
gun (kawedanan), son (kecamatan), dan ku (desa/kelurahan).
Seluruh Pulau Jawa dan Madura dibagi menjadi 17 shu. Pemerintahan
shu itu dipimpin oleh seorang shucokan. Shucokan memiliki
kekuasaan seperti gubenur pada zaman Hindia Belanda meliputi kekuasaan legislatif
dan eksekutif. Dalam menjalankan pemerintahan shucokan dibantu oleh Cokan
Kanbo (Majelis Permusyawaratan Shu). Setiap Cokan Kanbo ini
memiliki tiga bu (bagian), yakni Naiseibu (bagian pemerintahan umum), Kaisaibu
(bagian ekonomi), dan Keisatsubu (bagian kepolisian). Pemerintah
pendudukan Jepang juga dapat membentuk sebuah kota yang dianggap memiliki
posisi sangat penting sehingga menjadi daerah semacam daerah swatantra
(otonomi). Daerah ini ini disebut tokubetsushi (kota istimewa), yang
posisi dan kewenangannya seperti shu yang berada langsung di bawah
pengawasan gunseikan. Sebagai contoh adalah Kota Batavia, sebagai
Batavia Tokubetsushi di bawah pimpinan Tokubetu shico
Untuk mendapatkan dukungan rakyat
Indonesia, Jepang membentuk sebuah perkumpulan yang dinamakan Gerakan Tiga A
(3A). Perkumpulan ini dibentuk pada tanggal 29 Maret 1942. Sesuai dengan
namanya, perkumpulan ini memiliki tiga semboyan, yaitu Nippon Cahaya Asia,
Nippon Pelindung Asia, dan Nippon Pemimpin Asia. Sebagai pimpinan
Gerakan Tiga A, bagian propaganda Jepang (Sedenbu) telah menunjuk
bekas tokoh Parindra Jawa Barat yakni Mr. Syamsuddin sebagai ketua dengan
dibantu beberapa tokoh lain seperti K. Sutan Pamuncak dan Moh. Saleh. Jepang
berusaha agar perkumpulan ini menjadi wadah propaganda yang efektif. Oleh
karena itu, di berbagai daerah dibentuk komite-komite. Sejak bulan Mei
1942, perhimpunan itu mulai diperkenalkan kepada masyarakat melalui media
massa. Di dalam Gerakan Tiga A juga dibentuk subseksi Islam yang disebut
“Persiapan Persatuan Umat Islam”. Subseksi Islam dipimpin oleh Abikusno
Cokrosuyoso. Ternyata sekalipun dengan berbagai upaya, Gerakan Tiga A ini
kurang mendapat simpati dari rakyat. Gerakan Tiga A hanya berumur beberapa
bulan saja. Jepang menilai perhimpunan itu tidak efektif. Bulan Desember1942
Gerakan Tiga A dinyatakan gagal. Mengapa “Gerakan Tiga A” ini dinyatakan gagal
oleh Jepang.
“Gerakan Tiga A” telah gagal, kemudian
Jepang berusaha mengajak tokoh pergerakan nasional untuk melakukan kerjasama. Jepang
kemudian mendirikan organisasi pemuda, Pemuda Asia Raya di bawah
pimpinan Sukardjo Wiryopranoto. Organisasi itu juga tidak mendapat sambutan
rakyat. Jepang kemudian membubarkan organisasi itu. Dukungan rakyat terhadap
Jepang memang tidak seperti awal kedatangannya. Hal ini sangat mungkin juga
karena sikap dan tindakan Jepang yang berubah. Seperti telah disinggung di
depan, Jepang mulai melarang pengibaran bendera Merah Putih dan yang boleh
dikibarkan hanya bendera Hinomaru serta mengganti Lagu Indonesia Raya dengan
lagu Kimigayo. Jepang mulai membiasakan mengganti kata-kata banzai (selamat
datang) dengan bakero (bodoh). Masyarakat mulai tidak simpati terhadap
Jepang.“Saudara tua” tidak seperti yang mereka janjikan. Sementara perkembangan
Perang Asia Timur Raya mulai tidak menggembirakan. Kekalahan Jepang di berbagai
medan pertempuran telah menimbulkan rasa tidak percaya dari rakyat. Oleh karena
itu, Jepang harus segera memulihkan keadaan. Jepang harus dapat bekerja sama
dengan tokoh-tokoh nasionalis terkemuka, antara lain Sukarno dan Moh. Hatta.
Karena Sukarno masih ditahan di Padang oleh pemerintah Hindia Belanda, maka
segera dibebaskan oleh Jepang. Tanggal 9 Juli 1942 Sukarno sudah berada di
Jakarta dan bergabung dengan Moh. Hatta. Jepang berusaha untuk menggerakkan
seluruh rakyat melalui tokoh-tokoh nasionalis. Jepang ingin membentuk
organisasi massa yang dapat bekerja untuk menggerakkan rakyat. Bulan Desember
1942 dibentuk panitia persiapan untuk membentuk sebuah organisasi massa.
Kemudian Sukarno, Hatta, K.H. Mas Mansur, dan Ki Hajar Dewantara dipercaya
untuk membentuk gerakan baru. Gerakan itu bernama Pusat Tenaga Rakyat (Putera)
dibentuk tanggal 16 April 1943. Mereka kemudian disebut sebagai empat
serangkai. Sebagai ketua panitia adalah Sukarno. Tujuan Putera adalah untuk
membangun dan menghidupkan kembali segala sesuatu yang telah dihancurkan oleh
Belanda. Menurut Jepang, Putera bertugas untuk memusatkan segala potensi
masyarakat Indonesia guna membantu Jepang dalam perang. Di samping tugas di
bidang propaganda, Putera juga bertugas memperbaiki bidang sosial ekonomi.
Menurut struktur organisasinya, Putera memiliki pimpinan pusat dan pimpinan
daerah. Pimpinan pusat dikenal sebagai Empat Serangkai. Kemudian pimpinan
daerah dibagi, sesuai dengan tingkat daerah, yakni tingkat syu, ken,
dan gun. Putera juga mempunyai beberapa penasihat yang berasal dari
orang-orang Jepang. Mereka adalah S. Miyoshi, G. Taniguci, Iciro Yamasaki, dan
Akiyama. Putera pada awal berdirinya, cepat mendapatkan sambutan dari
organisasi massa yang ada. Misalnya dari Persatuan Guru Indonesia; Perkumpulan
Pegawai Pos Menengah; Pegawai Pos Telegraf Telepon, dan Radio; serta Pengurus
Besar Istri Indonesia di bawah pimpinan Maria Ulfah Santoso. Dari kalangan
pemuda terdapat sambutan dari organisasi Barisan Banteng dan dari pelajar
terdapat sambutan dari organisasi Badan Perantaraan Pelajar Indonesia serta
Ikatan Sport Indonesia juga bergabung ke dalam Putera. Putera pun berkembang
dan bertambah kuat. Sekalipun di tingkat daerah tidak berkembang baik, namun
Putera telah berhasil mempersiapkan rakyat secara mental bagi kemerdekaan
Indonesia. Melalui rapat-rapat dan media massa, pengaruh Putera semakin meluas.
Perkembangan Putera akhirnya menimbulkan kekhawatiran di pihak Jepang. Oleh
karena, Putera telah dimanfaatkan oleh pemimpin-pemimpin nasionalis untuk
mempersiapkan ke arah kemerdekaan, tidak digunakan sebagai usaha menggerakkan
massa untuk membantu Jepang, maka pada tahun 1944 Putera dinyatakan bubar oleh
Jepang.
Berbeda dengan pemerintah Hindia Belanda
yang cenderung anti terhadap umat Islam, Jepang lebih ingin bersahabat dengan
umat Islam di Indonesia. Jepang sangat memerlukan kekuatan umat Islam untuk
membantu melawan Sekutu. Oleh karena itu, sebuah organisasi Islam MIAI yang
cukup berpengaruh yang dibekukan oleh pemerintah kolonial Belanda, mulai
dihidupkan kembali oleh pemerintah pendudukan Jepang.Tepat pada tanggal 4
September 1942 MIAI diizinkan aktif kembali. Dengan demikian diharapkan MIAI
segera dapat digerakkan sehingga umat Islam di Indonesia dapat dimobilisasi
untuk keperluan perang. Dengan diaktifkannya kembali MIAI, maka MIAI menjadi
organisasi pergerakan yang cukup penting di zaman pendudukan Jepang. MIAI
menjadi tempat bersilaturakhim, menjadi wadah tempat berdialog, dan
bermusyawarah untuk membahas berbagai hal yang menyangkut kehidupan umat, dan
tentu saja bersinggungan dengan pe juangan. MIAI senantiasa menjadi organisasi
pergerakan yang cukup diperhitungkan dalam perjuangan membangun kesatuan dan
kesejahteraan umat. Semboyan yang terkenal adalah “berpegang teguhlah kamu
sekalian pada tali Allah dan janganlah berpecah belah”.Dengan demikian pada
masa pendudukan Jepang, MIAI berkembang baik.Kantor pusatnya semula di
Surabaya kemudian pindah ke Jakarta.
Adapun tugas dan tujuan MIAI waktu itu
adalah:
a. Menempatkan umat Islam pada kedudukan
yang layak dalam masyarakat Indonesia.
b. Mengharmoniskan Islam dengan tuntutan
perkembangan zaman.
c. Ikut membantu Jepang dalam Perang
AsiaTimur Raya
Untuk merealisasikan tujuan dan
melaksanakan tugas itu, MIAI membuat program yang lebih menitikberatkan pada
program-program yang bersifat sosio-religius.Secara khusus
program-program itu akan diwujudkan melalui rencana:
(1) pembangunan masjid Agung di Jakarta,
(2) mendirikan universitas, dan
(3) membentuk baitulmal.
Dari ketiga program ini yang mendapatkan
lampu hijau dari Jepang hanya program yang ketiga. MIAI terus mengembangkan
diri di tengah-tengah ketidakcocokan dengan kebijakan dasar Jepang. MIAI
menjadi tempat pertukaranpikiran dan pembangunan kesadaran umat agar tidak
terjebak pada perangkap kebijakan Jepang yang semata-mata untuk memenangkan
perang Asia Timur Raya. Pada bulan Mei 1943, MIAI berhasil membentuk Majelis
Pemuda yang diketuai oleh Ir. Sofwan dan juga membentuk Majelis Keputrian yang
dipimpin oleh Siti Nurjanah. Bahkan dalam mengembangkan aktivitasnya, MIAI juga
menerbitkan majalah yang disebut “Suara MIAI”. Keberhasilan program baitulmal,
semakin memperluas jangkauan perkembangan MIAI. Dana yang terkumpul dari
program tersebut sematamata untuk mengembangkan organisasi dan perjuangan di
jalan Allah, bukan untuk membantu Jepang. Arah perkembangan MIAI ini mulai
dipahami oleh Jepang. MIAI tidak memberi konstribusi terhadap Jepang. Hal
tersebut tidak sesuai dengan harapan Jepang sehingga pada November 1943 MIAI
dibubarkan. Sebagai penggantinya, Jepang membentuk Masyumi (Majelis Syura
Muslimin Indonesia). Harapan dari pembentukan majelis ini adalah agar Jepang
dapat mengumpulkan dana dan dapat menggerakkan umat Islam untuk menopang
kegiatan perang Asia Timur Raya.
Ketua majelis ini adalah Hasyim Asy’ari
dan wakil ketuanya dijabat oleh Mas Mansur dan Wahid Hasyim. Orang yang
diangkat menjadi penasihat dalam majelis ini adalah Ki Bagus Hadikusumo dan
Abdul Wahab. Masyumi sebagai induk organisasi Islam, anggotanya sebagian besar dari
para ulama. Dengan kata lain, para ulama dilibatkan dalam kegiatan pergerakan
politik. Masyumi cepat berkembang, di setiap karesidenan ada cabang Masyumi.
Oleh karena itu, Masyumi berhasil meningkatkan hasil bumi dan pengumpulan dana.
Dalam perkembangannya, tampil tokoh-tokoh muda di dalam Masyumi antara lain
Moh. Natsir, Harsono Cokroaminoto, dan Prawoto Mangunsasmito. Perkembangan ini
telah membawa Masyumi semakin maju dan warna politiknya semakin jelas. Masyumi
berkembang menjadi wadah untuk bertukar pikiran antara tokoh-tokoh Islam dan
sekaligus menjadi tempat penampungan keluh kesah rakyat. Masyumi menjadi
organisasi massa yang pro rakyat, sehingga menentang keras adanya romusa.
Masyumi menolak perintah Jepang dalam pembentukannya sebagai penggerak romusa.
Dengan demikian Masyumi telah menjadi organisasi pejuang yang membela rakyat.
Sikap tegas dan berani di kalangan tokoh-tokoh Islam itu akhirnya dihargai
Jepang. Sebagai contoh, pada suatu pertemuan di Bandung, ketika pembesar Jepang
memasuki ruangan, kemudian diadakan acara seikerei (sikap menghormati
Tenno Heika dengan membungkukkan badan sampai 90 derajat ke arah Tokyo)
ternyata ada tokoh yang tidak mau melakukan seikerei, yakni Abdul Karim
Amrullah (ayah Hamka). Akibatnya, muncul ketegangan dalam acara itu.
Namun, setelah tokoh Islam itu menyatakan bahwa seikerei bertentangan
dengan Islam, sebab sikapnya seperti orang Islam rukuk waktu sholat. Menurut
orang Islam rukuk hanya semata-mata kepada Tuhan dan menghadap ke kiblat. Dari
alasan itu, akhirnya orang-orang Islam diberi kebebasan untuk tidak melakukan seikerei.
Tahun 1944, situasi Perang Asia Timur Raya
mulai berbalik, tentara Sekutu dapat mengalahkan tentara Jepang di berbagai
tempat. Hal ini menyebabkan kedudukan Jepang di Indonesia semakin
mengkhawatirkan. Oleh karena itu, Panglima Tentara ke-16, Jenderal Kumaikici
Harada membentuk organisasi baru yang diberinama Jawa Hokokai (Himpunan
Kebaktian Jawa). Untuk menghadapi situasi perang tersebut, Jepang
membutuhkan persatuan dan semangat segenap rakyat baik lahir maupun batin.
Rakyat diharapkan memberikan darma baktinya terhadap pemerintah demi kemenangan
perang. Kebaktian yang dimaksud memuat tiga hal:
(1) mengorbankan diri,
(2) mempertebal persaudaraan, dan
(3) melaksanakan suatu tindakan dengan
bukti.
Susunan dan kepemimpinan organisasi Jawa
Hokokai berbeda dengan Putera. Jawa Hokokai benar-benar organisasi
resmi pemerintah. Oleh karena itu, pimpinan pusat Jawa Hokokai sampai
pimpinan daerahnya langsung dipegang oleh orang Jepang. Pimpinan pusat dipegang
oleh Gunseikan, sedangkan penasihatnya adalah Ir. Sukarno dan Hasyim
Asy’ari. Di tingkat daerah (syu/shu) dipimpin oleh Syucokan/Shucokandan
seterusnya sampai daerah ku oleh Kuco, bahkan sampai gumi di
bawah pimpinan Gumico. Dengan demikian, Jawa Hokokai memiliki
alat organisasi sampai ke desa-desa, dukuh,bahkan sampai tingkat rukun
tetangga (Gumi atau Tonari Gumi). Tonari Gumi dibentuk untuk mengorganisasikan
seluruh penduduk dalam kelompok-kelompok yang terdiri atas 10 -
20 keluarga. Para kepala desa dan kepala dukuh atau ketua RT bertanggung
jawab atas kelompok masing-masing.Adapun program-program kegiatan Jawa
Hokokai antara lain sebagai berikut:
a. Melaksanakan segala tindakan dengan
nyata dan ikhlas demi pemerintah Jepang.
b. Memimpin rakyat untuk mengembangkan
tenaganya berdasarkan semangat persaudaraan.
c. Memperkokoh pembelaan tanah air.
Jawa Hokokai adalah organisasi pusat yang anggota-anggotanya
terdiri atas bermacam-macam hokokai (himpunan kebaktian) sesuai dengan
bidang profesinya. Misalnya Kyoiku Hokokai (kebaktian para pendidik
guru-guru) dan Isi Hokokai (wadah kebaktian para dokter). Jawa
Hokokai juga mempunyai anggota istimewa, seperti Fujinkai (organisasi
wanita), dan Keimin Bunka Shidosho (Pusat Kebudayaan). Di dalam
membantu memenangkan perang, Jawa Hokokai telah berusaha antara lain
dengan pengerahan tenaga dan memobilisasi potensi sosial ekonomi,
misalnya dengan penarikan hasil bumi, sesuai dengan target yang di tentukan.
Organisasi Jawa Hokokai ini tidak berkembang di luar Jawa, sehingga
Golongan nasionalis di luar Jawa kurang mendapatkan wadah. Penguasa di luar
Jawa seperti di Sumatra berpendapat bahwa di Sumatra terdapat banyak suku,
bahasa, dan adat istiadat, sehingga sulit dibentuk organisasi yang besar dan
memusat, kalau ada hanya lokal di tingkat daerah saja. Dengan demikian,
organisasi Jawa Hokokai ini juga dapat berkembang sesuai yang diinginkan
Jepang.
2. UPAYA
JEPANG MENGGERAKAN PEMUDA
a. Aspek politik
Kebijakan
pertama yang dilakukan Dai Nippon (pemerintah militer Jepang) adalah melarang
semua rapat dan kegiatan politik. Pada tanggal 20 Maret 1942, dikeluarkan
peraturan yang membubarkan semua organisasi politik dan semua bentuk
perkumpulan. Pada tanggal 8 September 1942 dikeluarkan UU no. 2 Jepang
mengendalikan seluruh organisasi nasional.
Dapat
dibayangkan, keluarnya UU tersebut, praktis menjadikan organisasi nasional yang
pada saat itu sedang giat-giatnya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia harus
dilumpuhkan. Anda masih ingat perjuangan Parindra dan GAPI? Perjuangan Parindra
dan GAPI adalah Indonesia mulia dan sempurna serta berusaha untuk menentukan
nasib sendiri bagi bangsa Indonesia. Parindra berusaha untuk mempersatukan
persepsi/pandangan organisasi pergerakan nasional dengan cara menggabungkan
beberapa organisasi. Sementara GAPI berjuang untuk mencapai kemerdekaan dengan
jalan perjuangan melalui tuntutan Indonesia berparlemen. Tentu saja perjuangan
Parindra dan GAPI akan membahayakan posisi Jepang yang baru saja menginjakkan
kakinya di Indonesia.
Dalam rangka
menancapkan kekuasaan di Indonesia, pemerintah militer jepang melancarkan
strategi politisnya dengan membentuk gerakan Tiga A.
Gerakan ini
merupakan upaya Jepang untuk merekrut dan mengerahkan tenaga rakyat yang akan
dimanfaatkan dalam perang Asia Timur Raya. Berbagai propaganda akan dilakukan
agar gerakan tersebut sukses dan Indonesia dapat meyakini bahwa Jepang adalah
bangsa Asia yang memiliki kelebihan dan dapat diharapkan membebaskan Indonesia
dari penjajahan Barat.
Gerakan Tiga
A dalam realisasinya, tidak mampu bertahan lama, karena rakyat Indonesia tidak
sanggup menghadapi kekejaman militer Jepang dan berbagai bentuk eksploitasi
yang dilakukan bahkan jika boleh mengistilahkan, “masih lebih baik dijajah oleh
Belanda daripada dijajah Jepang”. Hal tersebut membuktikan kekejaman militer
Jepang sulit tertandingi.
Ketidaksuksesan
gerakan Tiga A,membuat Jepang mencari bentuk lain untuk dapat menarik simpati
rakyat. Upaya yang dilakukan adalah menawarkan kerjasama dengan para pemimpin
indonesia untuk membentuk “Putera”. melalui Putera diharapkan para pemimpin
nasional dapat membujuk kaum Nasionalis sekuler dan intelektual untuk
mengabdikan pikiran dan tenaganya demi kepentingan perang melawan Sekutu.
Melihat
peluang untuk melakukan perjuangan secara non kooperasi sulit dilakukan,
akhirnya para pemimpin mencoba memanfaatkan peluang kerjasama tersebut, dengan
harapan Putera dapat menjadi wadah untuk menggalang prsatuan dan menjadi
kekuatan tersembunyi. Paling tidak Putera akan menjadi wadah untuk melakukan
konsolidasi kekuatan minimal para pemimpin dapat berdialog dengan rakyat
melalui sarana/fasilitas yang dimiliki pemerintah Jepang.
Keberhasilan
organisasi Putera, tidak terlepas dari kemampuan para pemimpin serta tingginya
kepercayaan rakyat Indonesia pada para tokoh nasional untuk memperjuangkan
Indonesia merdeka. Indikasinya dapat Anda lihat dari kemajuan organisasi Putera
sampai ke berbagai daerah dan kemandirian Putera dalam menjalankan kegiatan
operasional tanpa suntikan dana dari pemerintah Jepang. meskipun Putera tidak
mampu menghasilkan karya konkrit bagi perjuangan pergerakan nasional namun,
dengan adanya Putera mentalitas bangsa Indonesia secara tidak langsung sudah
dipersiapkan untuk dapat memperjuangkan proklamasi kemerdekaan. Hal serupa
dapat Anda lihat pada pembentukan organisasi militer PETA.
Langkah
pendudukan selanjutnya Jepang membentuk Dinas Polisi Rahasia yang disebut
Kempetai bertugas mengawasi dan menghukum pelanggaran terhadap pemerintah
Jepang. Pembentukan Kempetai ini menyebabkan tokoh-tokoh pergerakan Nasional
Indonesia memilih sikap kooperatif untuk menghindari halhal yang tidak
diinginkan, karena kekejaman Kempetai yang sangat terkenal.
Diskriminasi
politik tentara pendudukan juga diterapkan, untuk membedakan wilayah Jawa
dengan luar Jawa. Untuk pulau Jawa Jepang bersikap lemah karena pertimbangan
jauh dari Sekutu, sementara untuk luar Jawa sebaliknya mendapat
kontrol/pengawasan yang sangat ketat.
Selain itu,
Jepangpun melakukan propaganda untuk menarik simpati bangsa Indonesia dengan
cara:
·Menganggap
Jepang sebagai saudara tua bangsa Asia (Hakko Ichiu)
·Melancarkan
semboyan 3A (Jepang pemimpin, Jepang cahaya dan Jepang pelindung Asia)
·Melancarkan
simpati lewat pendidikan berbentuk beasiswa pelajar.
·Menarik
simpati umat Islam untuk pergi Haji
·Menarik
simpati organisasi Islam MIAI. (mengapa MIA tidak dibubarkan?)
·Melancarkan
politik dumping
·Mengajak
untuk bergabung tokoh-tokoh perjuangan Nasional seperti: Ir. Soekarno, Drs. M.
Hatta serta Sutan Syahrir, dengan cara membebaskan tokoh tersebut
dari penahanan Belanda.
Selain
propaganda, Jepang juga melakukan berbagai tindakan nyata berupa pembentukan
badan-badan kerjasama seperti berikut:
·Putera
(Pusat Tenaga Rakyat) dengan tujuan membujuk kaum Nasionalis sekuler dan
intelektual agar menyerahkan tenaga dan pikirannya untuk mengabdi kepada
Jepang.
·Jawa
Hokokai (Himpunan kebaktian Jawa) merupakan organisasi sentral dan terdiri dari
berbagai macam profesi (dokter, pendidik, kebaktian wanita pusat dan
perusahaan).
Penerapan
sistem Autarki (daerah yang harus memenuhi kebutuhan sendiri dan kebutuhan
perang). Sistem ini diterapkan di setiap wilayah ekonomi. Contoh Jawa menjadi
17 daerah, Sumatera 3 daerah, dan Meinsefu (daerah yang diperintah Angkatan
Laut) 3 daerah.
Setelah
penyerahan kekuasaan dari Belanda kepada Jepang di Kalijati maka seluruh daerah
Hindia Belanda menjadi 3 daerah pemerintahan militer:
oDaerah
bagian tengan meliputi Jawa dan madura dikuasai oleh tentara keenambelas denagn
kantor pusat di Batavia.
oDaerah
bagian Barat meliputi Sumatera dengan kantor pusat di Bukit tinggi dikuasai
oleh tentara keduapuluhlima.
oDaerah bagian
Timur meliputi Kalimantan, Sulawesi, Nusantara, Maluku dan Irian Jaya dibawah
kekuasaan armada selatan kedua dengan pusatnya di Makassar.
Selain
kebijakan politik di atas, pemerintah Militer Jepang juga melakukan perubahan
dalam birokrasi pemerintahan, diantaranya adalah pembentukan organisasi
pemerintahan di tingkat pusat dengan membentuk Departemen dan pembentukan Cou
Sang In/dewan penasehat. Untuk mempermudah pengawasan dibentuk tiga
pemerintahan militer yakni:
1.
Pembentukan Angkatan Darat/Gunseibu, membawahi Jawa dan Madura dengan Batavia
sebagai pusat dan dikenal dengan tentara ke enam belas dipimpin oleh Hitoshi
Imamura.
2.
Pembentukan Angkatan Darat/Rikuyun, yang membawahi Sumatera dengan pusat Bukit
Tinggi (Sumatera Barat) yang dikenal dengan tentara ke dua puluh lima dipimpin
oleh Jendral Tanabe.
3.
Pembentukan Angkatan Laut/Kaigun, yang membawahi Kalimantan, Sulawesi, Nusa
Tenggara, Maluku dan Irian dengan pusatnya Ujung Pandang (Makasar) yang dikenal
dengan Armada Selatan ke dua dengan nama Minseifu dipimpin Laksamana Maeda.
Untuk
kedudukan pemerintahan militer sementara khusus Asia Tenggara berpusat di
Dalat/Vietnam.
Dengan
sistem sentralisasi kekuasaan, Jepang mencoba untuk menanamkan kekuasaan di
Indonesia. Pulau Jawa menjadi pusat pemerintahan yang terpenting, bahkan
jabatan Gubernur Jenderal masa Hindia Belanda dihapus dan diambil alih oleh
panglima tentara Jepang di Jawa. Sementara status pegawai dan pemerintahan
sipil masa Hindia Belanda tetap diakui kedudukannya asal memiliki kesetiaan
terhadap Jepang. Status badan pemerintahan dan UU di masa Belanda tetap diakui
sah untuk sementara, asal tidak bertentangan dengan aturan kesetiaan tentara
Jepang.
Untuk lebih
jelasnya, Anda dapat melihat struktur Birokrasi pemerintahan Militer dan Sipil pada
masa pendudukan Jepang dengan melihat bagan di bawah ini.
a.
Pemerintahan Militer Jepang
b. Struktur
pemerintahan sipil pada masa pendudukan Jepang
Dari
penjelasan di atas, tentang kebijakan pemerintah militer Jepang di bidang
politik dan birokrasi dampak yang dirasakan bangsa Indonesia antara lain
terjadinya perubahan struktur pemerintahan dari sipil ke militer, terjadi
mobilitas sosial vertikal (pergerakan sosial ke atas dalam birokrasi) dalam
masyarakat Indonesia. Sisi positif yang dapat Anda ketahui, bangsa Indonesia
mendapat pelajaran berharga sebagai jawaban cara mengatur pemerintahan, karena
adanya kesempatan yang diberikan pemerintah Jepang untuk menduduki jabatan
penting seperti Gubernur, dan wakil Gubernur, Residen, Kepala Polisi.
b.
Aspek Ekonomi dan Sosial
Hal-hal yang
diberlakukan dalam sistem pengaturan ekonomi pemerintah Jepang adalah sebagai
berikut:
1)Kegiatan
ekonomi diarahkan untuk kepentingan perang maka seluruh potensi sumber daya
alam dan bahan mentah digunakan untuk industri yang mendukung mesin perang.
Jepang menyita seluruh hasil perkebunan, pabrik, Bank dan perusahaan penting.
Banyak lahan pertanian yang terbengkelai akibat titik berat kebijakan
difokuskan pada ekonomi dan industri perang. Kondisi tersebut menyebabkan
produksi pangan menurun dan kelaparan serta kemiskinan meningkat drastis.
2)Jepang
menerapkan sistem pengawasan ekonomi secara ketat dengan sanksi pelanggaran
yang sangat berat. Pengawasan tersebut diterapkan pada penggunaan dan peredaran
sisa-sisa persediaan barang. Pengendalian harga untuk mencegah meningkatnya
harga barang. Pengawasan perkebunan teh, kopi, karet, tebu dan sekaligus
memonopoli penjualannya. Pembatasan teh, kopi dan tembakau, karena tidak langsung
berkaitan dengan kebutuhan perang. Monopoli tebu dan gula, pemaksaan menanam
pohon jarak dan kapas pada lahan pertanian dan perkebunan merusak tanah.
3)Menerapkan
sistem ekonomi perang dan sistem autarki (memenuhi kebutuhan daerah sendiri dan
menunjang kegiatan perang). Konsekuensinya tugas rakyat beserta semua kekayaan
dikorbankan untuk kepentingan perang. Hal ini jelas amat menyengsarakan rakyat
baik fisik maupun material.
4)Pada tahun
1944, kondisi politis dan militer Jepang mulai terdesak, sehingga tuntutan akan
kebutuhan bahan-bahan perang makin meningkat. Untuk mengatasinya pemerintah
Jepang mengadakan kampanye penyerahan bahan pangan dan barang secara
besar-besaran melalui Jawa Hokokai dan Nagyo Kumiai (koperasi pertanian), serta
instansi resmi pemerintah. Dampak dari kondisi tersebut, rakyat dibebankan
menyerahkan bahan makanan 30% untuk pemerintah, 30% untuk lumbung desa dan 40%
menjadi hak pemiliknya. Sistem ini menyebabkan kehidupan rakyat semakin sulit,
gairah kerja menurun, kekurangan pangan, gizi rendah, penyakit mewabah melanda
hampir di setiap desa di pulau Jawa salah satunya: Wonosobo (Jateng) angka
kematian 53,7% dan untuk Purworejo (Jateng) angka kematian mencapai 224,7%.
Bisa Anda bayangkan bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan bangsa
Indonesia pada masa Jepang (bahkan rakyat dipaksa makan makanan hewan seperti
keladi gatal, bekicot, umbi-umbian).
5)Sulitnya
pemenuhan kebutuhan pangan semakin terasakan bertambah berat pada saat rakyat
juga merasakan penggunaan sandang yang amat memprihatinkan. Pakaian rakyat
compang camping, ada yang terbuat dari karung goni yang berdampak penyakit
gatal-gatal akibat kutu dari karung tersebut. Adapula yang hanya menggunakan
lembaran karet sebagai penutup.
Demikian
bentuk praktek-praktek eksploitasi ekonomi masa pendudukan Jepang, yang telah
begitu banyak menghancurkan sumber daya alam, menimbulkan krisis ekonomi yang
mengerikan dan berakhir dengan tingginya tingkat kematian seperti yang terjadi
juga pada bidang sosial di bawah ini, khususnya pergerakan sosial yang
dilakukan pemerintah Jepang dalam bentuk Kinrohosi atau kerja bakti yang lebih
mengarah pada kerja paksa untuk kepentingan perang.
Luasnya
daerah pendudukan Jepang, menyebabkan Jepang memerlukan tenaga kerja yang
sebanyak-banyaknya untuk membangun sarana pertahanan berupa kubu-kubu
pertahanan, lapangan udara darurat, gudang bawah tanah, jalan raya dan
jembatan. Tenaga untuk mengerjakan semua itu, diperoleh dari desa-desa di Jawa
yang padat penduduknya melalui suatu sistem kerja paksa yang dikenal dengan
Romusha. Romusha ini dikoordinir melalui program Kinrohosi/kerja bakti. Pada
awalnya mereka melakukan dengan sukarela, lambat laun karena terdesak perang
Pasifik maka pengerahan tenaga diserahkan pada panitia pengerah (Romukyokai)
yang ada di setiap desa. Banyak tenaga Romusha yang tidak kembali dalam tugas
karena meninggal akibat kondisi kerja yang sangat berat dan tidak diimbangi
oleh gizi dan kesehatan yang mencukupi. Kurang lebih 70.000 orang dalam kondisi
menyedihkan dan berakhir dengan kematian dari ± 300.000 tenaga Romusha yang
dikirim ke Birma, Muangthai, Vietnam, Malaya dan Serawak. (buku Sejarah kelas
II Bumi Aksara).
Kondisi
sosial yang memprihatinkan tersebut telah memicu semangat Nasionalisme para
pejuang Peta untuk mencoba melakukan pemberontakan karena tidak tahan
menyaksikan penyiksaan terhadap para Romusha.
Praktek
eksploitasi/pengerahan sosial lainnya yang dapat diketahui adalah bentuk
penipuan terhadap para gadis Indonesia untuk dijadikan wanita penghibur ( Jung
hu Lanfu) dan disekap dalam kamp tertutup. Para wanita ini awalnya diberi
iming-iming pekerjaan sebagai perawat, pelayan toko, atau akan disekolahkan,
ternyata dijadikan pemuas nafsu untuk melayani prajurit Jepang di kamp-kamp:
Solo, Semarang, Jakarta, Sumatera Barat. Kondisi tersebut mengakibatkan banyak
gadis yang sakit (terkena penyakit kotor), stress bahkan adapula yang bunuh
diri karena malu. (Sebagai gambaran Anda masih ingat film “Romusha” dengan
latar belakang penjajahan Jepang).
Adapun
kebijakan pemerintah Jepang di bidang sosial yang dapat dirasakan manfaatnya
seperti pembentukan Tonarigami (RT), satu RT ± 10 – 12 kepala keluarga.
Pembentukan RT ini bertujuan untuk memudahkan pengawasan dan memudahkan dalam
mengorganisir kewajiban rakyat serta memudahkan pengawasan dari pemerintah
desa.
Perubahan
sosial dalam masyarakat Indonesia terjadi pada masa pemerintahan Jepang berupa
diterapkannya sistem birokrasi Jepang dalam pemerintahan di Indonesia sehingga
terjadi perubahan dalam institusi/lembaga sosial di berbagai daerah (lihat
struktur pemerintahan desa/sipil).
c.
Aspek kebudayaan
Kebijakan
yang diterapkan pemerintah Jepang di bidang pendidikan adalah menghilangkan
diskriminasi/perbedaan siapa yang boleh mengenyam/merasakan pendidikan. Pada
masa Belanda, Anda tentu masih ingat, yang dapat merasakan pendidikan formal
untuk rakyat pribumi hanya kalangan menengah ke atas, sementara rakyat kecil
(wong cilik) tidak memiliki kesempatan. Sebagai gambaran diskriminasi yang
dibuat Belanda, ada 3 golongan dalam masyarakat:
1. Kulit
putih (Eropa)
2. Timur
Aing (Cina, India dll)
3. Pribumi
Pola seperti
ini mulai dihilangkan oleh pemerintah Jepang. Rakyat dari lapisan manapun
berhak untuk mengenyam pendidikan formal. Jepang juga menerapkan jenjang
pendidikan formal seperti di negaranya yaitu: SD 6 tahun, SMP 3 tahun dan SMA 3
tahun. Sistem ini masih diterapkan oleh pemerintah Indonesia sampai saat ini
sebagai satu bentuk warisan Jepang.
Satu hal
yang melemahkan dari aspek pendidikan adalah penerapan sistem pendidikan
militer. Sistem pengajaran dan kurikulum disesuaikan untuk kepentingan perang.
Siswa memiliki kewajiban mengikuti latihan dasar kemiliteran dan mampu
menghapal lagu kebangsaan Jepang. Begitu pula dengan para gurunya, diwajibkan
untuk menggunakan bahasa Jepang dan Indonesia sebagai pengantar di sekolah
menggantikan bahasa Belanda. Untuk itu para guru wajib mengikuti kursus bahasa
Jepang yang diadakan.
Dengan
melihat kondisi tersebut, Anda akan mendapatkan dua sisi, yaitu kelebihan dan
kekuarangan dari sistem pendidikan yang diterapkan pada masa Belanda yang lebih
liberal namun terbatas. Sementara pada masa Jepang konsep diskriminasi tidak
ada, tetapi terjadi penurunan kualitas secara drastis baik dari keilmuan maupun
mutu murid dan guru.
Kondisi di
atas tidak terlepas dari target pemerintah Jepang melalui pendidikan, Jepang
bermaksud mencetak kader-kader yang akan mempelopori dan mewujudkan konsep
kemakmuran bersama Asia Timur Raya, namun dengan jalan yang salah, karena harus
melalui peperangan Asia Timur Raya.
Satu hal yang
paling menarik untuk Anda cermati adalah pemaksaan yang dilakukan oleh
pemerintah Jepang agar masyarakat Indonesia terbiasa melakukan penghormatan
kepada Tenno ( Kaisar) yang dipercayai sebagai keturunan dewa matahari (
Omiterasi Omikami). Sistem penghormatan kepada kaisar dengan cara membungkukkan
badan menghadap Tenno, disebut dengan Seikeirei. Penghormatan Seikerei ini,
biasanya diikuti dengan menyanyikan lagu kebangsaan Jepang ( kimigayo) . Tidak
semua rakyat Indonesia dapat menerima kebiasaan ini, khususnya dari kalangan
Agama. Penerapan Seikerei ini ditentang umat Islam, salah satunya perlawanan
yang dilakukan KH. Zainal Mustafa, seorang pemimpin pondok pesantren Sukamanah
Jawa Barat. Peristiwa ini dikenal dengan peristiwa Singaparna.
Ada hal yang
dapat Anda ketahui dari kebijakan pemerintah Jepang di bidang budaya yakni
berkembangnya tradisi kerja bakti secara massal melalui kinrohosi/ tradisi
kebaktian di dalam masyarakat Indonesia. Adanya tradisi kebaktian, kerja keras
dan ulet dalam mengerjakan tugas. Nilai tradisi Jepang dan kemiliterannya
melaui semangat Bushido (semangat ksatria Jepang akan dapat Anda ketahui dari
analisa aspek militer).
d.
Aspek Kehidupan Militer
Pada aspek
militer ini, Anda akan memahami bahwa badan-badan militer yang dibuat Jepang
semata-mata karena kondisi militer Jepang yang semakin terdesak dalam perang
Pasifik.
Memasuki
tahun kedua pendudukannya (1943), Jepang semakin intensif mendidik dan melatih
pemuda-pemuda Indonesia di bidang militer. Hal ini disebabkan karena situasi di
medan pertempuran (Asia – Pasifik) semakin menyulitkan Jepang. Mulai dari
pukulan Sekutu pada pertempuran laut di Midway (Juni 1942) dan sekitar Laut
Karang (Agustus ’42 – Februari 1943). Kondisi tersebut diperparah dengan
jatuhnya Guadalacanal yang merupakan basis kekuatan Jepang di Pasifik (Agustus
1943).
Situasi di
atas membuat Jepang melakukan konsolidasi kekuatan dengan menghimpun kekuatan
dari kalangan pemuda dan pelajar Indonesia sebagai tenaga potensial yang akan
diikutsertakn dalam pertempuran menghadapi Sekutu.
Di bawah ini
adalah bentuk-bentuk barisan militer yang dipersiapkan oleh Jepang antara lain:
·9 Maret
1943 didirikan gerakan Seinendan (Barisan Pemuda). Pelantikannya dilakukan 29
April 1943, dengan anggota ± 3500 pemuda. Tujuannya untuk melatih dan mendidik
para pemuda, agar mampu menjaga dan mempertahankan tanah air dengan kekuatan
sendiri. Persyaratan untuk menjadi Seinendan adalah: pemuda berusia 14 – 23
tahun.
·b.
Pembentukan Barisan Pelajar ( Gokutai) untuk pelajar SD – SLTA,
seperti t erlihat pada gambar berikut ini:
·Pembentukan
Barisan bantu Polisi ( Keibodan), dengan syarat yang lebih ringan dari
Seinendan, usia yang diprioritaskan ± 23 – 25 tahun. Untuk Keibodan ini ada
keharusan untuk setiap desa (ku) yang memiliki pemuda dengan usia tersebut dan
berbadan sehat wajib menjadi Keibodan. Sistem pengawasan Keibodan ini
diserahkan pada Polisi Jepang. Ada beberapa istilah Keibodan sesuai dengan
wilayah atau daerahnya seperti di Sumatera disebut dengan Bogodan sedangkan di
daerah Angkatan Laut, khususnya di Kalimantan disebut dengan Borneo Konon
Hokokudan dengan jumlah pasukan ± 28.000 orang.
·Pembentukan
barisan pembantu Prajurit Jepang ( Heiho) April 1943. Anggota Heiho adalah
pemuda berusia ± 18 – 25 tahun, dengan pendidikan terendah SD. Mereka akan
ditempatkan langsung pada angkatan perang Jepang (AL – AD). Walaupun berstatus
pembantu prajurit tetapi mereka dilatih untuk mampu menggunakan senjata dan mengoperasikan
meriam-meriam pertahanan udara. Bahkan saat perang semakin hebat mereka
diikutsertakan bertempur ke front di Solomon dan tempat lain. Disinilah para
pemuda kita mendapat tempat latihan militer yang sesungguhnya dengan kemampuan
yang tinggi.
·Pembentukan
Barisan Semi Militer khusus direkrut dari golongan Islam dengan nama :
Hizbullah (Tentara Allah) diantaranya tokoh Otto Iskandinata dan Dr. Buntaran
Martoatmojo
·Pembentukan
Pasukan Pembela Tanah Air ( PETA) tanggal 3 Oktober 1943 dilakukan oleh Letjen
Kumakici Harada melalui Osamu Seiri no. 44 yang mengatur tentang pembentukan
PETA. Pembentukan PETA ini, Jepang bercermin dari Perancis saat menguasai
Maroko dengan memanfaatkan pemuda Maroko sebagai tentara Perancis.Secara khusus
penjelasan tentang PETA, akan lebih diperluas, karena peranan anggota PETA ini
sangat besar dalam upaya memperjuangkan kemerdekaan dan mempertahankannya.
Disinilah inti dari kekuatan militer RI nantinya (sering diistilahkan dengan
embrio dari TNI).
·Pembentukan
Jawa Hokokai
Memasuki
tahun 1944 kondisi Jepang bertambah buruk. Satu persatu wilayahnya berhasil
dikuasai Sekutu, bahkan serangan langsung mulai diarahkan ke negeri Jepang
sendiri. Melihat kondisi tersebut pada tanggal 9 September 1944 PM Kaiso
mendeklarasikan janji kemerdekaan untuk Indonesia di kemudian hari. Janji ini
semata-mata untuk memotivasi bangsa Indonesia agar tetap setia membantu
perjuangan militer Jepang dalam menghadapi Sekutu. Beberapa hari sesudah janji
kemerdekaan dibentuklah Benteng perjuangan Jawa ( Jawa Sentotai) ini merupakan
badan perjuangan dalam Jawa Hokokai, bahkan organisasi lainpun dibentuk seperti
Barisan Pelopor ( Suisyintai) dipimpin langsung oleh Ir. Soekarno, Sudiro, RP.
Suroso, Otto Iskandardinata dan Dr. Buntaran Martoatmojo.
Melalui bentuk-bentuk
pelatihan militer, dapat memahami sisi positif dan negatif yang dapat dirasakan
para pemuda Indonesia. Para pemuda Indonesia tidak hanya dilatih kemampuan dan
keterampilan militernya dalam menggunakan senjata tetapi sikap dan mental
merekapun tanpa sadar dibentuk dengan suatu semangat Bushido (sikap para
ksatria militer Jepang) baik disiplin, keuletan/daya juang yang tinggi, kerja
keras, jujur dan berani menghadapi tantangan serta memiliki tanggung jawab.
Sikap mental
yang seperti ini akan menjadi kekuatan tersendiri dari para pemuda Indonesia
dalam menghadapi kekejaman tentara Jepang seperti dalam pemberontakan PETA. Di
sisi lain akan menjadi bekal dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia
menghadapi tentara Sekutu, baik yang tergabung dalam laskar-laskar rakyat
maupun yang akan menjadi tentara Inti Republik Indonesia.
Bagaimana
dampak negatifnya? Anda tentu sudah dapat membayangkannya bagaimana bentuk
eksploitasi (pengerahan) fisik terjadi, baik pada saat pelatihan maupun sesudah
menjadi Tentara Sukarela yang dikirim untuk berperang. Mereka yang berada pada
usia produktif (aktif 20 – 40 tahun) harus berjuang dengan taruhan nyawa demi
membela kepentingan bangsa lain. Sementara bagi mereka yang tidak terjun
langsung ke medan juang, tenaga mereka dipersiapkan untuk menyediakan fasilitas
perang mulai dari perlengkapan fisik sampai pada penyediaan logistik/bahan
makanan untuk tentara.
Dari uraian
materi di atas, tentu sudah mendapatkan gambaran yang jelas bagaimana
pemerintah Jepang membuat kebijakan pemerintah untuk mempertahankan jajahannya,
yang kesemuanya tidak terlepas dari praktekpraktek eksploitasi terhadap bangsa
Indonesia.
3.
PERKEMBANGAN ORGANISASI SEMI MILITER
1. SEINENDAN
Tanggal
Berdiri : 29 April 1943, tepat di hari ulang tahun Kaisar Jepang. Orang-orang
yang boleh mengikuti organisasi ini adalah pemuda yang berumur 14-22 tahun.
Pendiri :
Pemerintah Jepang
Tujuan :
Mendidik dan melatih para pemuda agar dapat menjaga dan mempertahankan tanah
airnya dengan menggunakan tangan dan kekuatannya sendiri.
Keuntungan
1.Pemuda
Indonesia mendapat pelatihan-pelatihan militer, baik untuk mempertahankan diri
maupun untuk menyerang.
2.Para kaum
nasionalis masih bisa menanamkan pengaruhnya dan dengan demikian dapat mengisi
jiwa pemuda dengan semangat nasionalisme.
3.Dapat
mengorganisasi pemuda secara besar-besaran dapat menyatukan para pemuda
Indonesia.
Kerugian :
Masyarakat Indonesia ternyata dipersiapkan sebagai pasukan cadangan untuk
kepentingan Jepang di Perang Asia Timur Raya.
2. KEIBODAN
Tanggal : 29
April 1943, tepat di hari ulang tahun Kaisar Jepang. Anggotanya adalah para
pemuda yang berusia 26-35 tahun
Pendiri :
Pemerintah Jepang
Tujuan :
Membantu dan memperkuat kepolisian dalam menjaga lalu lintas dan melakukan
pengamanan desa.
Keuntungan :
Dapat mengorganisasi pemuda secara besar-besaran dapat menyatukan para pemuda
Indonesia.
Kerugian
§Para kaum
nasionalis tidak bisa menanamkan pengaruhnya karena Jepang berusaha agar
Keibodan tidak dapat dipengaruhi oleh kaum nasionalis.
§Masyarakat
Indonesia ternyata dipersiapkan sebagai pasukan cadangan untuk kepentingan
Jepang di Perang Asia Timur Raya.
§Polisi
Pamong Praja tidak lagi diberi wewenang kepolisian seperti menangkap dan
menyidik orang secara formal.
3. FUJINKAI
Tanggal :
Bulan Agustus 1943. Anggota dari Fujinkai adalah perempuan dengan umur minimum
15 tahun dengan umur maksimum yang tidak ditentukan.
PendiriPemerintah
Jepang.
Tujuan :
Mengerahkan tenaga perempuan turut serta (di garis belakang) dalam memperkuat
pertahanan dengan cara mengumpulkan dana wajib. Dana wajib dapat berupa
perhiasan,bahan makanan, hewan ternak ataupun keperluan-keperluan lainnya yang
digunakan untuk perang.
Keuntungan
§Kaum
perempuan memiliki keterampilan dalam bidang kesehatan, makanan, palang merah,
dan usaha menabung.
§Membantu
memajukan pendidikan karena Fujinkai berkerja sama dengan sekolah-sekolah atau
mengadakan ceramah di lingkungan rumah
Kerugian
Dana wajib
yang dikumpulkan berasal dari masyarakat Indonesia, namun digunakan untuk
kepentingan perang Jepang.
4.
PERKEMBANGAN ORGANISASI MILITER
1.PETA :
PETA adalah suatu kesatuan militer bersenjata
Tanggal :
Tentara Pembela Tanah Air dibentuk pada tanggal 3 Oktober 1943 berdasarkan
maklumat Osamu Seirei No 44 yang diumumkan oleh Panglima Tentara Ke-16, Letnan
Jendral Kumakichi Harada sebagai Tentara Sukarela.
Pendiri :
Tentara Nipon (Jepang) atas inisiatif Gatot Mangkupraja sehingga keberadaan
PETA ada di bawah pengaruh Putera.
Tujuan :
Memenuhi kepentingan peperangan Jepang di lautan Pasifik dalam menghadapi
Sekutu
Keuntungan:
-Anggota
PETA dapat menempati posisi perwira.
-Selama di
PETA, para anggotanya digembleng untuk selalu percaya diri bahwa mereka pun
mampu berjuang melawan kekuatan yang lebih kuat dan lebih terlatih.
-Para pemuda
yang terlatih dalam PETA ini, nanti akan menjadi tenaga inti dalam pembentukan
Tentara Nasional Indonesia. Para pemuda itu antara lain, Jendral Sudirman,
Jendral Achmad Yani atau Jendral A.H. Nasution, Jendral Bambang Sugeng, Jendral
Soeharto, Jendral Umar Wirahadikusumah dan Jendral Achmat Taher.
-Tentara
PETA telah berperan besar dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.
Kerugian:
-Anggota
PETA (Blitar) terisolasi dari masyarakat luas, baik masyarakat asal maupun
masyarakat di sekitarnya.
-Perwira PETA
merasa statusnya direndahkan oleh prajurit Jepang yang bukan perwira.
2.HEIHO :
Anggota Heiho adalah para prajurit Indonesia yang ditempatkan pada organisasi
militer Jepang. Mereka yang tergabung di dalamnya adalah para pemuda yang
berusia 18-25 tahun.
Tanggal
Berdiri : Bulan April 1943.
Pendiri :
Pemerintah Jepang.
Tujuan :
Memberi kesempatan kepada pemuda Indonesia untuk menjadi pembantu prajurit
Jepang.
Keuntungan :
Para Heiho langsung ditempatkan di dalam organisasi militer Jepang, baik
Angkatan Darat maupun Angkatan Laut. Sehingga mereka memiliki lebih terlatih
dalam bidang militer.
Kerugian :
Walaupun anggota Heiho ditempatkan dalam organisasi militer Jepang, namun tidak
seorang Heiho yang berpangkat perwira. Ini dikarenakan pangkat perwira hanya
untuk tentara Jepang.
üBIROKRAT
1.JAWAHOKOKAI
Keberadaan Jawa Hokokai adalah sebagai organisasi sentral yang
terkendali dan merupakan kumpulan dari Hokokai/profesi, antara lain Izi Hokokai
(Himpunan Kebaktian Dokter), Kyoiku Hokokai(Himpunan Kebaktian Pendidik),
Fujinkai(Organisasi wanita) dan Keimin Bunko Syidosyo (pusat budaya).
Kegiatan Hokokai adalah pelaksana pengerahan atau mobilisasi
(penggerakan) barang yang berguna untuk kepentingan perang seperti: emas,
permata, besi dan lain-lain. Himpunan ini mempunyai tiga dasar yaitu
mengorbankan diri, mempertebal persaudaraan, dan melaksanakan sesuatu dengan
bukti.
Tanggal :
Bulan Maret 1944.
Pendiri :
Pemerintah Jepang. Struktur kepemimpinan di dalam Jawa Hokokai ini langsung
dipegang oleh Gunseikan, sedangkan di daerah dipimpin oleh Syucohan (Gubernur
atau Residen). Pada masa ini, golongan nasionalis disisihkan, mereka diberi
jabatan baru dalam pemerintahan, akan tetapi, segala kegiatannya memperoleh
pengawasan yang ketat dan segala bentuk komunikasi dengan rakyat dibatasi.
Tujuan :
Menghimpunan tenaga rakyat, baik secara lahir ataupun batin sesuai dengan
hokosisyin (semangat kebaktian). Adapun yang termasuk semangat kebaktian itu di
antaranya: mengorbankan diri, mempertebal persaudaraan, dan melaksanakan
sesuatu dengan bukti.
Keuntungan :
Rakyat Indonesia dapat belajar menjadi birokrat.
Kerugian :
Rakyat Indonesia harus mengumpulkan padi, besi tua, pajak, dan menanam jarak
sebagai bahan baku pelumas untuk kepentingan Jepang.
2.CHUO SANG
IN, terbentuk melalui Osamu Sirei no: 36 dan 37.
Tanggal : 5
September 1943.
Pendiri :
Pemerintah Jepang atas anjuran Perdana Menteri Hideki Tojo. Ketua dipegang oleh
Ir. Soekarno.
Tujuan :
Badan yang bertugas sebagai Dewan pertimbangan pusat yang berada langsung di
bawah Saiko Shikikan/Panglima Tertinggi, tugasnya menyampaikan usul dari
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh pemerintah militer Jepang mengenai
pemerintahan dan politik
Keuntungan:
-Pemerintah
Jepang menempuh kebijakan mengangkat pemimpin pergerakan nasional untuk
memimpin jabatan-jabatan penting seperti Kepala Departemen Urusan Agama sebagai
jabatan tertinggi pertama dipegang oleh Prof. Husein Jayadiningrat Oktober
1943. Sementara pada November 1943 Mas Soetardjo Kartohadikoesumo diangkat
menjadi Shucokan Jakarta (Kepala Karesidenan). Begitu pula jabatan lain seperti
Sanyo (penasihat pemerintah militer, Departemen Urusan Umum dan dalam negeri
serta Departemen Kehakiman dan Perekonomian. Semua jabatan tersebut di atas,
tentunya menjadi bekal dan pengalaman yang berharga untuk diterapkan dalam
menjalankan roda pemerintahan pasca proklamasi.
-Salah satu
cara berjuang, sebab perjuangan politik yang dilakukan para tokoh pergerakan
nasional memang belum membuahkan hasil yang dapat dirasakan secara langsung,
mengingat kondisinya yang tidak memungkinkan.
Kerugian :
Di sisi lain, Indonesia tetap menjadi alat bagi Jepang untuk meraih kemenangan
mereka di medan perang.
3.GERAKAN
3A, Gerakan Tiga A yang memiliki tiga arti, yaitu Jepang Pelindung Asia, Jepang
Pemimpin Asia, dan Jepang Cahaya Asia.
Tanggal :
Bulan Maret 1942 dan diketuai oleh Mr. Syamsuddin.
Pendiri :
Pemerintah Jepang
Tujuan :
Mengawasi kinerja para pemimpin bangsa dan merekrut massa dengan mudah melalui
para pemimpin nasionalis.
Keuntungan :
Dibebaskannya pemimpin-pemimpin Indonesia yang ditahan diantaranya Ir.
Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Sutan Syahrir, dan lain-lain.
Kerugian :
Pemerintah Jepang memanfaatkan para pemimpin nasional untuk dapat merekrut
massa dengan mudah.