A. PENGERTIAN REGULASI BISNIS
DEFINISI PERATURAN DAN REGULASI BISNIS*Peraturan adalah sesuatu yang disepakati dan mengikat sekelompok oranglembaga dalam rangka mencapai suatu tujuan dalam hidup bersama.
*Regulasi adalah “mengendalikan perilaku manusia atau masyarakat dengan aturan atau pembatasan”. Regulasi dapat dilakukan dengan berbagai bentuk , misalnya : pembatasan hukum diumumkan oleh otoritas pemerintah, regulasi pengaturan diri oleh suatu industri seperti melalui asosiasi perdagangan, Regulasi sosial ( misalnya norma ), co-regulasi dan pasar. Seseorang dapat , mempertimbangkan regulasi dalam tindakan perilaku misalnya menjatuhkan sanksi ( seperti denda ).
B. REGULASI BISNIS DI BIDANG MEREK
Terkait
dengan berbagai kasus merek yang terjadi perlu untuk diketahui apa pengertian
dari merek itu sendiri. Pengertian dari merek secara yuridis tercantum dalam
pasal 1 ayat (1) UU No. 15 tahun 2001 yang berbunyi :
“Merek
adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan
warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan
digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa”.
Indonesia
adalah negara hukum dan hal itu diwujudkan dengan berbagai regulasi yang telah
dilahirkan untuk mengatai berbagai masalah. Berkaitan dengan kasus-kasus
terkait merek yang banyak terjadi. Tidak hanya membuat aturan-aturan dalam
negeri, negeri seribu ini juga ikut serta dalam berbagai perjanjain dan
kesepakatan internasional. Salah satuya adalah meratifikasi Kovensi
Internasional tentang TRIPs dan WTO yang telah diundangkan dalam UU
Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement Establishing The World
Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) sesuai
dengan kesepakatan internasional bahwa pada tanggal 1 Januari 2000 Indonesia
sudah harus menerapkan semua perjanjian-perjanjian yang ada dalam kerangka TRIPs
(Trade Related Aspects of Intellectual Property Right, Inculding Trade in
Counterfeit Good), penerapan semua ketentuan-ketentuan yang ada dalam
TRIPs tersebut adalah merupakan konsekuensi Negara Indonesia sebagai
anggota dari WTO (Word Trade Organization).
Ø LANDASAN HUKUM BIDANG MERK :
1.
UU NO.15 Tahun 2001 tentang Merk
2.
UU NO.23 Tahun 1993 Tentang Tata Cara Permintaan Pendaftaran Merk
3.
PP NO.24 Tahun 1993 Tentang Kelas Barang Dan Jasa
4.
PP NO.7 Tahun 2005 Tentang Komisi Banding Merk
5. PP NO.51 Tahun 2007 Tentang Indikasi
Geografis
Ø LINGKUP MERK
Ø Merk
Dagang : Merk yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang
atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan
dengan barang sejenisnya. Contohnya : Tamarin,Malboro,Kodak DLL
Ø Merk
Jasa : Merk yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau
beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan
jasa-jasa dejenis lainnya. Contohnya : Primagama,Kailan DLL.
Ø SISTEM PERLINDUNGAN MERK
Ø Sistem
Kinstitutif : Hak atas merk timbul karena pendaftaran
Ø Firts
To File : Hak atas merk diberikan kepada pandaftar pertama
Ø MERK TIDAK DAPAT DIDAFTARKAN :
1. Permohonan yang beritikad tidak baik (Pasal. 4 UU Merk)
2. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
moralitas agama dan ketertiban umum (Pasal 5 Huruf a)
3. Tidak memiliki daya pembeda (Pasal 5 Huruf b)
4. Telah menjadi milik umum ( Pasal 5 Huruf c)
5. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang/jasa
yang dimohonkan pendaftarannya (Pasal 5 Huruf d)
Ø FUNGSI PENDAFTARAN MERK :
1. Sebagai alat bukti
2. Sebagai dasar untuk menolak permohonan merk orang lain
3. Mencegah oranglain untuk menggunakan merk yang sama
C. REGULASI BISNIS DI BIDANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN
Peraturan
tentang hukum perlindungan konsumen telah diatur dalam Undang-undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pada tanggal 30 Maret 1999, Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati rancangan undang-undang (RUU) tentang
perlindungan konsumen untuk disahkan oleh pemerintah setelah selama 20 tahun
diperjuangkan. RUU ini sendiri baru disahkan oleh pemerintah pada tanggal 20
April 1999.
Di samping UU Perlindungan Konsumen, masih terdapat
sejumlah perangkat hukum lain yang juga bisa dijadikan sebagai dasar hukum
adalah sebagai berikut:
a.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57
Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
b.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58
Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.
c.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun
2001 Tanggal 21 Juli 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat.
d.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun
2001 Tanggal 21 Juli 2001 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen Pemerintah Kota Medan, Kota Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota
Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Surabaya,
Kota Malang, dan Kota Makassar.
Ada
dua jenis perlindungan yang diberikan kepada konsumen, yaitu :
1. Perlindungan Priventif
Perlindungan yang diberikan kepada konsumen pada saat
konsumen tersebut akan membeli atau menggunakan atau memanfaatkan suatu barang
dan atau jasa tertentu, mulai melakukan proses pemilihan serangkaian atau
sejumlah barang dan atau jasa tersebut dan selanjutnya memutuskan untuk membeli
atau menggunakan atau memanfaatkan barang dan jasa dengan spesifikasi tertentu
dan merek tertentu tersebut.
2. Perlindungan Kuratif
Perlindungan yang diberikan kepada konsumen sebagai akibat
dari penggunaan atau pemanfaatan barang atau jasa tertentu oleh konsumen. Dalam
hal ini perlu diperhatikan bahwa konsumen belum tentu dan tidak perlu, serta
tidak boleh dipersamakan dengan pembeli barang dan atau jasa, meskipun pada
umumnya konsumen adalah mereka yang membeli suatu barang atau jasa. Dalam hal
ini seseorang dikatakan konsumen, cukup jika orang tersebut adalah pengguna
atau pemanfaat atau penikmat dari suatu barang atau jasa, tidak peduli ia
mendapatkannya melalui pembelian atau pemberian.
Ø Menurut undang-undang
no.8 tahun 1999 :
§ Perlindungan konsumen yaitu
segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk hukum perlindungan
kepada konsumen.
§ Konsumen adalah setiap orang
pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,orang lain maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan
§ Pelaku usaha adalah setiap
orang perseorangan atau badan usaha,baik berbentuk badan hukum maupun bukan
badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam
wilayah hukum di Indonesia.
Ø ASAS-ASAS
PERLINDUNGAN KONSUMEN :
1. Asas Manfaat
2. Asas Keadilan
3. Asas Keseimbangan
4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
5. Asas Kepastian Hukum
D. REGULASI LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI
1.
Pengertian
Pengertian
Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999
tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih
pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas
barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat
dan dapat merugikankepentingan umum.
2.
Azas dan Tujuan
Dalam
melakukan kegiatan usaha di Indonesia, pelaku usaha harus berasaskan demokrasi
ekonomi dalam menjalankan kegiatan usahanya dengan memperhatikan keseimbangan
antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
yang terkandung di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, adalah sebagai
berikut :
a. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi
nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
b.
Mewujudkan iklim usaha yang
kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat, sehingga menjamin adanya
kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha
menengah, dan pelaku usaha kecil.
c. Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.
d. Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
3.
Kegiatan yang dilarang
Bagian
Pertama Monopoli Pasal 17 (1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (2) Pelaku
usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a. Barang
dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau
mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau
mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau
b. Satu
pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima
puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Ø Menurut UU No. 5 Tahun 1999 praktek monopoli
adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang
mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasara atas barang/jasa tertentu
sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan
kepentingan umum.
Ø BENTUK-BENTUK MONOPOLI
1. Monopoli
karena undang-undang
2. Monopoli
secara alami
3. Monopoli
karena lisensi
Ø
TUJUAN DIBUAT LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI :
1. Menjaga
kepentingan umum dan meningkatkan efesiensi ekonomi nasional
2. Mewujudkan
iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat
3. Mencegah
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
4. Terciptanya
efektivitas dan efesiensi dalam usaha.
E. REGULASI DIBIDANG HUKUM DAGANG
Perkembangan
hukum dagang sebenarnya telah di mulai sejak abad pertengahan eropa (1000/
1500) yang terjadi di Negara dan kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di
Italia dan perancis selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan
(Genoa, Florence, vennetia, Marseille, Barcelona dan Negara-negara lainnya ) .
Tetapi pada saat itu hokum Romawi (corpus lurus civilis ) tidak dapat
menyelsaikan perkara-perkara dalam perdagangan , maka dibuatlah hokum baru di
samping hokum Romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 & ke- 17 yang
berlaku bagi golongan yang disebut hokum pedagang (koopmansrecht) khususnya
mengatur perkara di bidang perdagangan (peradilan perdagangan ) dan hokum
pedagang ini bersifat unifikasi.
Karena bertambah pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan
kodifikasi dalam hokum dagang oleh mentri keuangan dari raja Louis XIV
(1613-1715) yaitu Corbert dengan peraturan (ORDONNANCE DU COMMERCE) 1673. Dan pada
tahun 1681 disusun ORDONNANCE DE LA MARINE yang mengatur tenteng kedaulatan.
Dan pada tahun 1807 di Perancis di buat hokum dagang tersendiri dari hokum
sipil yang ada yaitu (CODE DE COMMERCE ) yang tersusun dari ordonnance du
commerce (1673) dan ordonnance du la marine(1838) . Pada saat itu Nederlands
menginginkan adanya hokum dagang tersendiri yaitu KUHD belanda , dan pada tahun
1819 drencanakan dalam KUHD ini ada 3 kitab dan tidak mengenal peradilan khusus
. lalu pada tahun 1838 akhirnya di sahkan . KUHD Belanda berdasarkan azas
konkordansi KUHD belanda 1838 menjadi contoh bagi pemmbuatan KUHD di Indonesia
pada tahun 1848 . dan pada akhir abad ke-19 Prof. molengraaff merancang UU
kepailitan sebagai buku III di KUHD Nederlands menjadi UU yang berdiri sendiri
(1893 berlaku 1896).Dan sampai sekarang KUHD Indonesia memiliki 2 kitab yaitu ,
tentang dagang umumnya dan tentang hak-hak dan kewajiban yang tertib dari
pelayaran.Aturan Dalam Regulasi Bisnis
1.
Pengertian dari merek secara yuridis tercantum dalam pasal 1 ayat (1) UU No. 15
tahun 2001 yang berbunyi :
“Merek adalah tanda yang
berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau
kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan
dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa”.
2.
ratifikasi Kovensi Internasional tentang TRIPs dan WTO yang
telah diundangkan dalam UU Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan
Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia) sesuai dengan kesepakatan internasional bahwa
pada tanggal 1 Januari 2000 Indonesia sudah harus menerapkan semua
perjanjian-perjanjian yang ada dalam kerangka TRIPs (Trade Related
Aspects of Intellectual Property Right, Inculding Trade in Counterfeit Good),
penerapan semua ketentuan-ketentuan yang ada dalam TRIPs tersebut adalah
merupakan konsekuensi Negara Indonesia sebagai anggota dari WTO (Word
Trade Organization).
3. Peraturan tentang hukum perlindungan
konsumen telah diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen
4.
UU Perlindungan Konsumen, masih terdapat sejumlah perangkat hukum lain yang
juga bisa dijadikan sebagai dasar hukum adalah sebagai berikut:
a.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli
2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
b.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli
2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.
c.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli
2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
b.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli 2001
tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pemerintah Kota Medan,
Kota Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota
Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Surabaya, Kota Malang, dan Kota Makassar.
c.
UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi
oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan
atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan
persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar